Langsung ke konten utama

PEREMPUAN DALAM MEDIA


Perkembangan zaman sudah makin bergulir seiring waktu, abad dua satu sudah hampir berjalan ke tengah peradaban. Bukan hanya waktu yang berjalan,tetapi juga perkembangan teknologi dan informasi semakin maju nan kompleks. Dengan adanya kemajuan ini, kini ruang-ruang maya punya multiperan di pelbagai sisi kehidupan manusia, terlebih individu. Kehadirannya tidak hanya memudahkan, juga memabukkan serta mengubah perspektif masing-masing kepala. 

Hadirnya sosial media di tengah masyarakat, dimanfaatkan banyak apsek dan berbagai sektor, khususnya perempuan. Perempuan menjadi sasaran empuk produsen produk kecantikan. Media yang gencarnya menampilkan banyak perempuan dengan standar yang sama secara tidak langsung merambah ke lingkungan dan masyarakat, banyak iklan berbondong-bondong menampilkan kaum perempuan dengan takaran bahwa yang cantik adalah yang putih, mulus, langsing, dirawat dengan produk ini dan itu. Dalam produksi pembuatan produk perawatan kulit, bisa dilihat sekecil memotong kuku, serum pemutih kulit, atau krim menghilangkan flek hitam dengan deretan produk yang berbeda. Tidak tanggung-tanggung, produk yang hadir dibandrol dengan hanya yang lumayan menguras kantong. 

Hari ini ukuran perempuan diperkecil oleh media. Hal ini kadang menyedihkan bagi sebagian perempuan yang terlahir hitam, gemuk, dengan bopeng di wajahnya, untuk mengubah diri. Perempuan seakan didoktin harus ini dan itu, dengan tidak mengenal kata cukup dalam konsumsi dan menerima. Tak heran, kekuatan sosial media menjadi salah satu power penggiring opini terbaik di abad ini. 

Setelah mendapat perspektif soal tampilan, perempuan juga kini haus soal pengakuan. Sebagai mahluk sosial yang ingin diakui eksistensi dan keberadaannya, sosial media menjadi wadah besar bagi perempuan untuk mendapatkan pengakuan dalam diri. Berapa banyak iklan menjajakan perempuan yang ramping. Media mencetak perempuan yang harus tampil ke dunia maya adalah yang ‘enak dipandang’. Media seperti tempat menjajakan keindahan dan ruang menjual muka. Hal ini yang membuat masing-masing individu perempuan senang berlomba-lomba mendapat paling banyak sebungkus pujian dari dunia maya. Menjadikan media sosial sebagai rruang yang diberikan kepada setiap individu untuk mengekspos diri. 

Hal ini menimbulkan banyak munculnya penyakit psikologi. Banyak perempuan yang berlomba-lomba menampilkan apa saja untuk ketenaran dan pengakuan semata, selanjutnya yang tak jarang hal ini menjadi pelecehan di media sosial.

Menanggapi fenomena yang terjadi, perlu hadirnya gerakan-gerakan perempuan yang mengedukasi terhadap perempuan lainnya, dengan menggalakkan ruang-ruang maya yang mendukung adanya perubahan dan kecerdasan berpikir perempuan. 

Kampanye-kampanye dan ruang pemberdayaan perempuan harus lebih banyak digalakkan dalam hal ini. Hadirnya Nasyiatul Aisyah sebagai salah satu organisasi otonom di Muhammadiyah perlu adanya penggalakan dan memperbanyak ruang diskusi terhadap perempuan di sosial media. Tidak hanya itu, mengikuti alur dan alogaritma media sebagai bentuk membangun daya kritis perempuan.

Oleh: Intifada Permata Palestina

Gambar: Freepik

Editor: Nadiya

Komentar