Langsung ke konten utama

BERPUAS DIRI, SUMBER KEHANCURAN HIDUP MANUSIA

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, ia diberikan akal dan nafsu agar bisa melakukan kehidupannya secara beriringan. Salah satu bagian yang paling penting dalam kehidupan manusia adalah mampu mengontrol dirinya, terutama dalam hal ini adalah hawa nafsunya. Kenapa hawa nafsu menjadi hal yang perlu diperhatikan disini karena  hawa nafsu  merupakan salah satu dari tiga perkara yang membinasakan manusia. Seperti halnya sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tiga perkara yang membinasakan: sifat sukh (rakus dan bakhil) yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan ‘ujub seseorang terhadap dirinya”. Selain itu juga pernah dijelaskan sebelumnya dalam Firman Allah terkait bahaya dari hawa nafsu adalah: “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf 53).

Jika dijabarkan lebih lanjut dalam memahami hawa nafsu, Hawa bisa dimaknai adanya kecondongan kepada sesuatu baik itu suatu kebaikan ataupun keburukan, lebih tepatnya adalah adanya kecondongan jiwa untuk mengikuti sebuah keinginan. Hawa juga bisa dimaknai dengan hawa nafsu, yaitu kemauannya. Firman Allah: “Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya Telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (Qs. An-Najm 23) 

Sedangkan nafsu bisa dimaknai dalam Firman Allah: “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” (Qs. Yusuf 53).  Meskipun tidak semua nafsu menjerumuskan kepada keburukan tetapi sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada sesuatu yang diinginkannya, meskipun ia menyuruh kepada sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah ta’ala, kecuali Allah memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari makhluk-Nya, maka Dia menyelamatkannya dari mengikuti hawa nafsu dan mentaatinya dari keburukan-keburukan yang diperintahkannya.

Hawa nafsu yang paling berbahaya dalam diri manusia adalah dengan timbulnya rasa puas diri dalam jiwanya. Karena secara kodrati manusia itu tidak akan pernah puas dalam segala aspek kehidupannya. Sebagai contoh ketika kita masih kecil kita ingin sekolah, setelah kita sekolah kita berkerja mula-mula di posisi paling bawah kemudian kita punya ambisi untuk selalu naik dan terus naik samapai mendapatkan apa yang kita inginkan. Jika kita merasa tidak puas dalam hal ini positif kita akan dituntut untuk selalu berkembang dan memiliki kemauan untuk selalu berkembang sehingga kita mampu menjadi manusia yang berdaya guna. Akan tetapi jika kita sudah merasa berpuas diri maka kita akan bertahan dalam posisi kita tanpa adanya peningkatan. Dari sudut ini sudah dapat dilihat jika sebenarnya manusia itu terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok dikalahkan oleh jiwanya kemudian dikuasai dan dihancurkannya, maka jadilah kelompok ini tunduk di bawah perintah-perintah jiwanya. Dan kelompok yang lain mereka bisa mengalahkan dan menguasai jiwa-jiwa mereka, maka jadilah jiwa mereka itu taat kepada mereka dan patuh terhadap perintah-perintah mereka.

Timbulnya persepsi yang berbeda dalam masyarakat terkait kepuasaan diri juga memiliki peran disini dimana sering kita dengar bahwa sudah fitrah manusia menjadi makhluk yang tidak pernah merasa puas, selalu merasa kurang dalam hidupnya. Ketidakpuasan seringkali kita identikkan dengan sikap tamak, rakus, dan serakah, sehingga kita pun akhirnya beranggapan bahwa rasa tidak puas sebagai suatu dosa. Manusia yang tidak pernah merasa puas sama dengan manusia yang tidak pernah bersyukur. Disatu sisi bisa dibenarkan jika memang kekurang puasan disini mengakibatkan timbulnya ketidak puasan yang tak terkendali hingga menjadi sifat-sifat yang merusak. Iri, dengki, tamak, rakus, serakah, semua sifat itu muncul karena kita tidak dapat mengendalikan diri akan perasaan tidak puas yang ada di hati kita. Bukannya mengambil energi positif dari perasaan tidak puas agar kita lebih giat dalam berikhtiar, malah kita dibutakan olehnya. Maka dari itu untuk mengimbanginya perlu yang dinamakan rasa syukur.

Kita memang wajib mensyukuri nikmat Allah, tapi bukan berarti kita harus merasa puas. Justru kita harus selalu merasa kurang dan menginginkan lebih. Kita tidak boleh berhenti di satu titik dan merasa puas berada di situ. Jika kita cepat berpuas diri maka kita tidak akan menjadi pribadi yang lebih baik ataupun mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari yang kita miliki sekarang. Rasa puas mendatangkan rasa nyaman yang berlebihan sehingga kita malas untuk berusaha meraih hal-hal yang lebih baik. Bertentangan dengan kewajiban kita untuk selalu berusaha.

Adanya perasaan tidak puas dalam hal ini harusnya memacu kita utuk mengembangkan potensi dalam diri kita. Sebagai contoh kita tidak boleh berpuas diri terhadap ilmu yang kita miliki, kita harus belajar dan terus belajar karena kehidupan kita akan terus bekembang menyesuaikan zaman apalagi adanya arus globalisasi yang apabila kita lengah kita akan menjadi manusia yang tertinggal pada zamannya. Pasti kita tidak ingin hal ini terjadi bukan?, makanya dalam hal ini kita harus terus belajar. Karena selain bermanfaat untuk orang lain tentunya juga kan memberikan manfaat kepda kita terutama bekal yang paling berharga dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.

Kita juga tidak boleh berpuas diri terhadap kebaikan-kebaikan yang sudah pernah kita lakukan karena jika kita terlalu puas maka kita akan sombong dan takabur, karena pada hakikatnya kita harus selalu memperbaiki diri. Kita tidak pernah tahu apa yang sudah kita lakukan setiap harinya, menghitung seberapa besar dosa yang kita lakukan, seberapa banyak kita menyakiti orang lain. Maka dari itu kita tidak boleh berpuas diri terutama dalam hal melakukan kebaikan. Berpuas diri dengan apa yang kita sudah capai akan membuat kita malas untuk melakukan perubahan dan inofasi-inofasi yang lebih berkemajuan. Karena pada saat kita tertidur orang lain terbangun, pada saat kita terbangun orang lain sudah berjalan, sedangkan saat kita sudah berjalan orang lain sudah berlari. Ilmuan yang menciptakan benda temuannya adalah termasuk orang-orang yang tidak berpuas diri dalam kehidupannya.

Pernah diceritaka sebelumnya dimana ada seorang jendral perang yang mampu memimpin pasukannya untuk selalu memenangkan pertarungan-pertarungan melawan musuhnya. Semakin lama daerah kekuasaanya pun meluas dan semakin bertambah. Kekuatan yang dia miliki pun semakin hari ceritanya semakin didengar dan ditakuti oleh seluruh wilayah pada saati itu. Setelah sekian lama mengalami pertempuran dan berhasil menaklukkan wilayah yang paling kuat pada saat itu sang Raja pun akhirnya menunjukkan diri sebagai orang yang paling berkuasa dan merasa puas akan kerja kerasnya selama ini. Terbukti dengan banyaknya wilayah yang sudah ditaklukkan dan diseganinya kekuasaaan dan kekuatan Raja tersebut di semua wilayah. Tanpa ia sadari disudut wilayah yang diremehkan oleh Raja ini terdapat satu desa yang memiliki anak muda yang sangat giat bekerja, lama kelamaan ia mulai berfikir mengapa hasil kerja desanya harus disetorkan kepada Raja yang berkuasa padahal desa mereka adalah desa yang makmur dan mampu menjadi wilayah yang dapat diperhitingkan. Pada saat sang Raja terkubur dalam kepuasannya pemuda ini mulai menyusun strategi dengan cara mempengaruhi warga secara perlahan pertama-tama ada 10 orang yang mampu ia pengaruhi, hari ke hari orang yang mampu ia pengaruhi pun terus bertambah dan bertambah hingga mampu menggerogoti kekuasaan Raja dengan taktik dan strategi yang halus tanpa ada peperangan tapi dengan kecerdikan. Sang Raja pun tidak pernah mengetahui lagi seberapa besar rakyatnya yang berpihak padanya. Yang ia tahu adalah wilayah kekuasaanya yang sangat banyak. Pada akhirnya saat pemuda berhasil merobohkan kekuasaan Sang Raja yang disertai dengan kemerdekaan wilayah-wilayah yang selama ini dikuasai oleh Raja tersebut.

Dari cerita tersebut dapat dilihat bagaimana sepak terjang orang yang merasa puas melawan orang yang tidak merasa puas. Kepuasaan yang ada pada dalam jiwa mengakibatkan kita lupa bahwa masih ada orang lain yang mampu berusaha melibihi kita, ada orang lain yang lebih hebat dari kita, ada orang lain yang mampu memperjuangkan kehidupan lebih besar dari kita. Karena diatas langit masih ada langit.

Untuk menunjukkan seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari sikap yang mudah puas diri adalah dari sepenggal cerita berikut, Dimana dahulu kala di sebuah gua yang terdapat di kaki gunung nun jauh disana terdapat seorang petapa yang sudah mampu mencapai tingkatan tertinggi. Yang mana biasa disebut dengan tingkatan nirwana, dimana petapa yang sudah mampu mencapai tingkatan nirwana adalah tangan kanan dewa dan mampu menciptakan segala bentuk benda hidup maupun benda mati dimuka bumi ini hanya dengan memikirkannya. Lantas ia berujar bahwa ialah satu-satunya petapa yang mampu mencapai tingkatan tersebut dan tidak ada seorang pun yang mampu melampauinya. Pada suatu hari tibalah dimana ada seorang pemuda yang mendatangi petapa tersebut yang tak lain ingin menjadi muridnya. Kemudian berujarlah petapa tersebut bahwa meskipun ia menjadi muridnya pemuda tersebut tidak akan pernah melampaui tingkatan gurunya. Singkat cerita pemuda tersebutpun melakukan pertapaan sebagaimana apa yang dilakukan oleh gurunya hingga tiba suatu ketika dimana murid tersebut mampu melampaui tingkatan gurunya diatas nirwana dimana ia mampu memiliki nilai-nilai yang agung dan menjunjung kebijaksanaan. Hingga pada akhirnya ia ingin membuktikan bahwa perkataan gurunya bahwaa tingkatan yang ia miliki sebagai petapa tidak akan di lampaui oleh orang lain tidaklah benar. Tibalah hari dimana pembuktian itu tiba. Berkatalah ia kepada gurunya, “Wahai Guruku yang agung mampukah kamu ciptakan banteng yang sangat kuat?”. Kemudian guru berkata: “Lihatlah wahai muridku hanya dengaan memikirkannya Banteng yang kau inginkan akan ada dimuka bumi ini”. Kemudian Petapa itu mulai berfikir dan terciptalah seekor banteng yang kuat dan gagah didepan muridnya. Kemudian muridnya melanjutkan: “wahai guruku yang agung buatlah banteng tersebut untuk mengejarmu”. Tidak disangka guru itupun mulai bangkit. Kemudian murid itu kembali berkata: “wahai guruku yang agung jikalau engkau memiliki kekuatan yang sangat tinggi tentunya engkau tidak akan pernah merasa takut.”  

Dari beberapa contoh cerita terkait rasa puas yang dimiliki oleh jiwa manusi dapat dilihat bahwa sebagian besar rasa puas yang dimiliki jiwa mampu menguasai manusia itu sendiri agar terlalu nyaman dengan posisinya, bahkan menganggap orang lain tidak lebih baik darinya. Bahkan kepuasaan ini mengakibatkan kehancuran secara perlahan bagi orang itu sendiri. Berkaca dari hal tersebut kita sebagai manusia harus mampu menjadi manusia yang lebih baik. Jika kita belum mampu menjadi manusia yang baik kita harus berusaha menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya, dengan selalu belajar, berusaha, bersyukur, berdoa, dan berperilaku yang baik. Karena sesuai Firman Allah bahwa:“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” . (Ar-Ra’du: 11). Maka dari itu ayo berubah menjadi manusia yang lebih baik, ilmu amaliah-amal ilmiah “fastabiqul khoirot!”.

Oleh: Titin Sarwendah,M.Pd (Ketua Bidang Kader PWNA Lampung)

Gambar: Frepik

Editor: Nadiya

Komentar