Langsung ke konten utama

FENOMENA FATHERLESS: SOSOK AYAH YANG DIRINDUKAN

 

Sejatinya salah satu yang menentukan karakter dan kualitas seorang anak di masa depan adalah bagaimana kehadiran kedua orang tua dalam masa tumbuh kembangnya. Kehadiran ayah dan ibu bagaikan sebuah fondasi untuk membentuk karakter dan kualitas hidupnya kelak. Anak membutuhkan peran keduanya, bukan hanya ibu atau hanya ayah tetapi anak membutuhkan peran ibu dan juga ayah. Pada kenyataannya beberapa masih beranggapan bahwa mendampingi dan mengasuh anak hanya tanggung jawab seorang ibu. Mindset yang berkembang di masyarakat, ibulah yang bertanggung jawab mengasuh anak, sementara ayah hanya bertanggung jawab mencari nafkah. Tidak semua anak beruntung bisa mendapat kesempatan merasakan hangatnya kehadiran dan pengaruh positif kedua orang tua mereka. Sebagian mereka memang memiliki orang tua yang lengkap secara fisik, tetapi belum tentu merasakan kehadiran peran asuhan kedua orang tua mereka.

Fenomena tersebut disebut juga fatherless yaitu kondisi ketika seorang anak tidak merasakan kehadirannya seorang ayah, bukan secara fisik melainkan secara emosional dalam jiwa anak. Ketiadadaan figur ayah dalam hidupnya seperti tiadanya pendampingan dan pengajaran dari sosok ayah memungkinkan ia menjadi father hunger atau kelaparan dengan sosok ayah. Kekosongan akan sosok ayah tidak langsung disadari oleh anak, awalnya ia hanya bertanya tanya dibenaknya, jika tidak mendapatkan jawaban atas rasa rindu dan kehilangan yang sebenarnya sedang dirasakan, ia akan menyimpannya dan terus mencari, sehingga dapat memicu seorang anak untuk mencari figur pengganti ayah di luar sana. Hal itu tentu bisa jadi hal yang berbahaya. Karena kita tidak tau figur seperti apa yang ia contoh di luar sana. Kehadiran ayah menjadi sosok yang penting salah satunya memberikan contoh bagaimana menjadi pribadi yang tangguh dan bertanggung jawab. Pedoman itu yang seharusnya bisa ia temukan dalam figur ayah.

Dikutip dari Kumparan, pada  jajak pendapat yang digelar Populix pada Juni 2023 lalu, sebuah kanal daring self service menunjukkan adanya fenomena fatherless. Dari 2295 responden, 714 diantaranya atau sekitar 31,1% mengaku mengalami fatherless. Dampak dari fatherless sendiri ternyata tidak dapat diabaikan begitu saja, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ibu Retno mengatakan bahwa fenomena tersebut dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri pada anak, kurang dapat bersosial dengan lingkungan sekitarnya, rentan melakukan kekerasan, kondisi mental dapat bermasalah, bahkan hingga pencapaian nilai akademis yang rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena anak tidak mendapat sosok panutan dalam hidupnya.

Menurut Larner ketiadaan peran peran penting ayah akan berdampak rendahnya harga diri (self-esteem), adanya perasaan marah (anger), merasa kesepian (loneliness), kecemburuan (envy) melihat bagaimana kedekatan temannya dengan ayahnya, keduakaan (grief), kehilangan (lost), disertai dengan rendahnya mengontrol diri (self-control), kurang berani mengambil resiko yang besar dan kecenderungan neurotik yaitu terlibat masalah yang tidak dapat diselesaikan secara wajar seperti depresi.

Lalu, idelnya sosok seorang ayah seperti apa yang harus diupayakan untuk menentukan karakter dan kualitas seorang anak di masa depan? Hadirnya kedua orang tua bukan hanya hadir secara fisik melainkan hadir dalam jiwa anak. Berkomitmen untuk dapat menemani, mendampingi, mendukung, mendengarkan, memahami kebutuhan anak adalah Langkah yang tepat. Peran ayah sama pentingnya dengan ibu, dalam perkembangan anak baik kognitif, emosional, maupun sosial.

Oleh: Adellia Ayu Paramitha (Anggota Departemen Pustaka, Informasi dan Teknologi PWNA Lampung)

Gambar: Freepik

Editor: Nadiya

Komentar