Langsung ke konten utama

URGENSI PARTISIPASI KOLEKTIF PEREMPUAN

 

Perempuan-perempuan saat ini perlu terlibat dalam keterwakilan struktur lembaga negara. Ada dua jenis keterwakilan perempuan, keterwakilan ide dan keterwakilan eksistensial. Maksud dari keterwakilan ide adalah sumbangsih ide-ide atau gagasan-gagasan perempuan bisa diwakili, karena bisa dibawa dan diperjuangkan oleh selain perempuan. Sedangkan keterwakilan eksistensial tidak dapat digantikan, perempuan harus diwakili oleh perempuan sendiri (Iskandar, 2007). Keterwakilan perempuan oleh perempuan bisa dikatakan lebih menjamin tersampaikannya keinginan, kebutuhan dan kepentingan-kepentingan perempuan.

Keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga pemerintah atau dalam kedudukan strategis mampu mempengaruhi keputusan-keputusan politik yang dapat mencegah diskriminasi terhadap perempuan yang selama ini masih harus diperjuangkan dalam masyarakat. Meskipun peraturan pemerintah saat ini wajib memenuhi kuota 30% perempuan, namun sampai kini hal tersebut belum terwujud, dan masih banyak kursi-kursi perempuan yang tidak terisi penuh. Mengingat hal-hal yang terjadi pada saat ini banyak kasus-kasus yang menimpa perempuan, wakil yang berjenis kelamin perempuan tentu bisa lebih merasakan keterlibatan (involvement). Harapannya perempuan yang berada dalam lembaga legislatif bisa membuat peraturan-peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan keinginann kaum perempuan untuk melindungi diri mereka.

Berdasarkan data Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung (Simfoni PPA versi 2.0) yang diakses melalui katadata.co.id, terdapat laporan 307 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung sepanjang paruh pertama 2023. Berdasarkan data jumlah kekerasan paling banyak korbannya adalah anak-anak sebanyak 79,2% dan 20.8% korban lainnya orang dewasa.  Korban anak-anak paling banyak mengalami kekerasan yakni anak sekolah menengah pertama (SMP) dengan presentase 36,2% atau setara dengan 122 orang. Kemudian  anak sekolah dasar (SD) sebanyak 64 orang dan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 60 orang. Berdasarkan jenisnya kekerasan yang paling banyak dialami korban adalah kekerasan seksual mencapai 220 kasus, kemudian kekerasan psikis 71 orang, kekerasan fisik 45 orang dan eksploitasi 13 orang.

Jika kita menilik jauh ke belakang,  data di masa lampau menunjukkan bahwa masih sangat banyak kasus-kasus yang menempatkan perempuan sebagai korban dan angkanya terus meningkat. Korban pemerkosaan pada tahun 1997, 1998, dan 1999 secara berturut-turut berjumlah 299, 338, dan 488; korban pelecehan seksual 46, 50, dan 150. Berdasarkan data tersebut korban pemerkosaan antara tahun 1997-1999 meningkat 44,4% dan korban pelecehan seksual meningkat 200%. Dalam kesempatan ini, penulis hanya memberi gambaran bahwa kasus kekerasan sedari dulu sampai sekarang angkanya terus menignkat. Kita tidak boleh abai dan menghilangkan begitu saja data-data terdahulu, serta tidak dapat menutup mata bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sangat perlu diperhatikan oleh kita semua khususnya dari sesama perempuan.

Peran politik perempuan terhambat karena konstruksi sosial yang telah lama terbangun menempatkan perempuan dalam wilayah-wilayah domestik, dan laki-laki ada dalam wilayah-wilayah publik (Iskandar, 2007). Karena faktor tradisi dan budaya yang sudah berlangsur lama hal ini tidak dapat langsung di konversi. Karena itu perempuan yang hendak berkiprah dalam ranah publik memiliki beban ganda, sebab di samping melakukan aktivitas-aktivitas di ranah publik, mereka harus tetap memenuhi atau menyelesaikan tugas-tugas di ranah domestik.

Perempuan Nasyiah khususnya harus terlibat dalam partisipasi kolektif. Cara ini dapat dilakukan melalui organisasi Nasyiatul 'Aisyiyah sebagai wadah keterlibatan keterwakilan ide, dengan terus memberikan ide dan gagasan terobosan program-program yang dapat memberikan keuntungan bagi perempuan-perempuan. Atau dapat juga sebagai langkah awal untuk dapat melibatkan diri dengan keterwakilan eksistensi. Pada intinya, masih banyak sekali permasalahan perempuan, mulai dari kasus kekerasan, kasus-kasus pelecehan bahkan sampai urusan keluarga, perempuan memberikan peran yang sangat penting.  Penulis jadi mengingat kata-kata yang berbunyi “Wanita adalah tiang negara, jika wanitanya baik, maka negara akan baik”. Makna kata-kata tersebut memberikan motivasi kepada kita semua perempuan-perempuan yang hebat, bahwa menjadi perempuan yang cerdas, perempuan yang saling menopang sesama perempuan harus kita lakukan.

Oleh: Jeni Rahmawati, S.IP

Gambar: Freepik

Editor: Nadiya

Referensi:

Iskandar, Latifa, 2007. Perempuan ,Agama dan Partai Politik, Cordaid. Yogyakarta Hal 137

Databoks.katadata.co.id

Dinas Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung

Komentar