Langsung ke konten utama

POLEMIK KISAH BU PRANI DALAM BUDI PEKERTI

 

"Kita jangan menjadi animal beo yang suka terprovokasi dan mengejek. Tapi, jadilah animal cucak rowo yang bersuara merdu dan menenangkan."

(Muklas, putra sulung Bu Prani

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, kalimat tersebut kerap kali terdengar bahkan bertaburan ucapan manis berbentuk coklat atas peringatan Hari Guru yang diperingati 25 Nopember tiap tahunnya. Siswa memberikan hadiah pada peringatan hari guru tentu merupakan hal baik. Sebab melalui perayaan ini, mereka menuang cinta yang berlimpah untuk guru – gurunya. Peringatan tersebut merupakan refleksi akan kontribusi guru dalam membentuk karekter serta membimbing generasi muda utamanya dalam pendidikan moral dan budi pekerti. Momen peringatan Hari Guru memang sudah berlalu, namun refleksi atas jasa-jasa guru rasanya bisa dilakukan kapan saja.

Budi pekerti menjadi salah satu tontonan yang cukup mengedukasi ditengah hamparan film horor yang tayang. Film ini menceritakan kisah Bu Prani –salah  seorang guru BK yang tertangkap kamera ketika berdebat dengan pelanggan kue putu yang memotong antrean dengan menitipkan pesanannya kepada orang yang sudah duluan mengantre. Bu Prani yang sedang buru – buru terdengar seolah berkata kasar padahal ia mengatakan ­“Ah Suwi” sebuah kata dalam bahasa jawa yang artinya “Ah Lama”.

Singkat cerita video tersebut viral hingga terdengar di Sekolah tempat Bu Prani mengajar, Bu Prani yang merasa video tersebut tidak berdasar berusaha membenarkan dengan berbagai upaya. Perkara dimulai ketika beliau membuat video klarifikasi namun, lagi – lagi media tetaplah media dimana tuan penguasa media yang tidak lain adalah warganet: Netizen. Sebagai guru BK Bu Prani tidak pernah memberikan hukuman atas kesalahan siswa, melainkan ia memberikan sebuah treatment bernama “Refleksi” dimana harapannya siswa dapat mengerti nilai – nilai moral ketika menjalankan refleksi. Tak hanya kapok melakukan kesalahan, namun juga mendapatkan pemahaman baru tentang kebaikan hidup serta menghargai sesama.

Refleksi yang diniatkan akan berdampak baik pada proses tumbuh pemahaman siswa, rupanya menjadi lubang besar pada beberapa siswa yang merasa refleksi yang dilakukan Bu Prani tidak masuk akal. Netizen tetaplah netizen, pada era media sosial hari ini nilai kebenaran bukan ada pada kebenaran itu sendiri, melainkan terletak pada siapa yang paling banyak disepakati oleh netizen. Seperti kata Muklas, "Tapi saiki, salah po bener ki mung perkoro sopo seng luweh akeh ngomong". Meskipun Bu Prani tidak salah, namun ramai diperbincangkan oleh netizen bahwa beliau memang salah. Solusi yang ditawarkan adalah klarifikasi, meminta maaf kepada khalayak di media sosial.

Ketika apapun dalam hidup ini bergantung pada apa persepsi orang lain, hari ini sama – sama kita sadari dan akui bahwa kita semua adalah generasi konten seorang budak konten dimana apapun dalam hidup diatur oleh komentar netizen. Hal tersebut kemudian berbanding terbalik pada apa yang dipelajari dibangku sekolah, bahwa nilai – nilai hidup haruslah kita pemiliknya. Kemampuan moral dan budi pekerti menjadi pengetahuan dasar setiap umat manusia bahwa hukum sebab akibat selalu berlaku. Bahwa perlakuan Cyberbullying yang dilakukan di media sosial melalui jemari netizen sangat berdampak pada kehidupan seseorang.

Momentum hari guru merupakan evaluasi bersama bahwa kekagagalan moral dan budi pekerti menjadi tanggung jawab bersama baik tenaga pendidik, orang tua dan masyarakat. Hidup memang tidak hitam dan putih namun sebagai pendidik tentunya menjadi amanah untuk memberikan pemahaman bahwa benar dan salah harus dipisahkan. Memang bukan tanggung jawab kita atas kesenangan semua orang, namun kebenaran harus terus ditegakkan. Kita jangan jadi animal beo yang mudah terprovokasi dan mengejek terlebih pada apa yang belum diketahui kebenarannya, namun jadilah animal cucak rowo yang memiliki suara merdu dan menenangkan. Pandai – pandai dalam bertabayun dan menyaring informasi apapun yang masuk, maka semoga upaya ini mengurangi kegagalan moral sekaligus mengedukasi warganet diseluruh dunia untuk menjadi netizen terdidik.

Oleh: Adea Wulan Atika

Editor: Nadiya

Gambar: CXO Media

Komentar