Langsung ke konten utama

MEMBACA YANG TIDAK SEKADAR MEMBACA

 

Pada akhir tahun 2021, saya mengikuti klub buku yang membuka kelas telaah buku. Buku yang dikupas adalah How To Read A Book (HTRAB) karya Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren. Momen inilah yang memperkenalkan saya kepada sosok Adler dan kemudian memunculkan beberapa refleksi mengenai aktivitas membaca yang saya lakukan. HTRAB ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1940. Pada masa itu di Amerika, kesadaran akan pentingnya buku dan literasi sudah muncul dan menjadi pemahaman umum. Namun, terdapat fakta bahwa tidak semua tujuan membaca bisa dicapai hanya dengan membaca cepat saja. Karena adanya kebutuhan untuk membaca hal-hal yang berbeda dengan kecepatan yang berbeda, maka HTRAB hadir sebagai alat bagi orang-orang untuk mempelajari cara membaca yang lebih baik. Walaupun yang lebih baik itu bisa jadi membaca cepat, bisa juga membaca lambat.

Meskipun sudah berselang 80 tahun lebih sejak HTRAB terbit pertama kali, namun buku ini masih sangat relevan dengan keadaan saat ini. Salah satunya adalah dengan fakta bahwa baru baru ini muncul istilah "book-shaming" dimana ada judgement atau penilaian yang menganggap remeh beberapa genre bacaan. Istilah ini juga sering diartikan sebagai komentar pembaca yang biasanya menyukai genre bacaan yang berbeda kepada pembaca lain yang dapat membuat pembaca tersebut merasa direndahkan atau malu. Salah satu bentuk "book-shaming" yang pernah saya temui adalah opini bahwa buku-buku fiksi tidak lebih keren dibandingkan buku ilmiah dan non fiksi. Fenomena yang terjadi ini menurut saya terjadi karena banyak kita dari kita tidak mengetahui secara jelas tujuan kita membaca, sehingga yang dilakukan adalah yang penting membaca, yang penting banyak buku yang diselesaikan. Padadal, pada bagian awal buku Adler menjelaskan bahwa membaca adalah aktivitas yang sama kompleksnya seperti menulis. Dalam prosesnya, terdapat beberapa aksi yang dilakukan secara terpisah sehingga baik tidaknya proses membaca bukan dinilai dari jumlah banyaknya buku yang dihabiskan, namun apakah orang tersebut sudah melakukan aksi-aksi tersebut. 

Kemudian, Adler menyebutkan tujuan membaca ada dua macamnya: membaca untuk kesenangan, membaca untuk informasi dan membaca untuk memahami. Membaca untuk kesenangan adalah yang paling sedikit tuntutannya dan paling udah dilakukan. Setiap orang yang bisa membaca sudah pasti bisa membaca untuk kesenangan. Arti dari tujuan yang kedua adalah ketika membaca sesuatu yang bisa langsung kita pahami, karena yang terjadi hanyalah peningkatan simpanan informasi di dalam diri kita. Sedangkan membaca untuk memahami ini sedikit lebih sulit karena proses 'belajar' yang dimaksud adalah memahami lebih banyak, bukan mengingat informasi yang sebetulnya sudah kita miliki. Dalam prosesnya, kita akan bertemu dengan sesuatu yang sebelumnya tidak kita pahami, atau kita akan memiliki pemahaman yang lebih banyak terhadap sesuatu. Mengenal tujuan membaca ini perlu dilakukan agar kita bisa menentukan buku apa yang perlu dipilih di situasi tertentu. Akan ada kalanya kita butuh membaca untuk memahami sesuatu, ada pula kalanya kita membaca untuk menambah asupan informasi, begitu juga akan ada masa dimana kita membaca buku hanya untuk kesenangan. 

Aspek lain yang dibahas Adler dalam buku ini adalah mengenai tingkatan membaca. Saya rasa perlu untuk memahami bahwa membaca juga ada levelnya sehingga kita tidak dengan mudah menilai buku yang dibaca seseorang dan berakhir menjadi "book-shaming". 

Membaca tingkat dasar (elementary reading), pada tahapan ini proses membaca hanya ditujukan untuk menangkap makna literal, sehingga pertanyaan yang diajukan biasa hanya sebatas "Apa arti dari kalimat itu?". Ini masuk akal karena bahkna ketika membaca tulisan yang menggunakan bahasa ibu kita masih kerap menemui kesulitan untuk menemukan maknanya.

Membaca cepat dan sistematis (inspectional reading), tingkatan membaca ini ditandai dengan penekanan pada waktu yang dibutuhkan. Misal, pada saat membaca kita mempunyai tenggat tertentu untuk menyelesaikan, maka inspectional reading diperlukan untuk bisa menggali informasi sebanyak mungkin di waktu yang terbatas. Pertanyaan yang muncul dalam tahapa ini meningkat menjadi "Apa yang dibahas dalam buku ini?" atau "Bagaimana struktur buku tersebut?"

Membaca analitis (analytical reading), merupakan tingkatan yang lebih kompleks dan sistematis dibanding inspectional reading. Pada proses ini pembaca perlu melakukan pembacaan secara menyeluruh dan lengkap. Jika inspectional reading adalah proses membaca sebaik dan selengkap mungkin dalam waktu yang terbatas, makan analytical reading prosesnya tidak dibatasi waktu. Analytical reading ini bertujuan untuk memahami sesuatu sehingga mungkin tidak pas dipilih jika tujuan membaca kita hanya untuk mendapatkan informasi atau kesenangan.

Membaca secara Sintopikal (syntopical reading), ini adalah tingkatan membaca yang paling tinggi menurut Adler. Menuntut pembacanya untuk bekerja keras meskipun buku yang dibaca relatif mudah dan sederhana. Nama lain systopical reading adalah membaca komparatif dimana pembaca tidak hanya membaca satu buku melainkan ada buku lain yang dibaca untuk mencari keterkaitan antara buku yang satu dengan yang lain.

Setelah mengetahui tujuan dan tahapan membaca, harapannya ini bisa mempermudah kita untuk memilih buku bacaan yang tepat di waktu yang tepat. Selain itu, kita juga bisa lebih mempertimbangkan kebutuhan lingkungan sekitar terkait dengan literasi berdasarkan level kebutuhan bacaan sehingga aksi yang dilakukan akan tepat sasaran dan merujuk pada penyelesaian yang semestinya. 

Oleh: Nadiya Hasna Amrina

Gambar: freepik

Komentar