Langsung ke konten utama

FEMISIDA: KEKERASAN BERBASIS GENDER BERAKHIR KEMATIAN

 

Istilah femisida pertama kali digunakan oleh Diana Russel pada International Tribunal on Crimes Against Women (1976) dan mengartikannya sebagai “pembunuhan misoginis terhadap perempuan oleh laki-laki”. Femisida sering kali berakar pada ketidaksetaraan gender, diskriminasi, dan kekerasan sistemik yang dialami oleh perempuan. Jamshed M. Kazi, menyatakan bahwa pembunuhan terhadap perempuan berdasarkan gender dipengaruhi oleh keyakinan teguh yang menganggap perempuan tidak berharga hanya karena mereka tidak mematuhi norma sosial yang berlaku di masyarakat, norma-norma mengenai maskulinitas, dan relasi kuasa yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan. Bunuh Diri Akibat Kekerasan Berbasis Gender (gender base violenceinstigated suicide), juga disebut sebagai bentuk femisida tidak langsung.

Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia

Belakangan banyak orang yang membicarakan dan menonton film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari yang sedang tayang di bioskop. Film ini berkisah tentang seorang korban kekerasan berbasis gender berakhir kematian yang ditonton lebih dari 3,5 juta orang dalam rentang waktu kurang dari 10 hari. Bukan film ini yang akan dibahas dalam tulisan yang sedang Anda baca, melainkan bagaimana berulangnya fenomena pembunuhan berbasis gender yang kerap kali terjadi di Indonesia.

Berdasarkan siaran pers Komisi Perempuan, pada Oktober 2022 hingga November 2023, terdapat 159 pemberitaan yang mengindikasikan tindakan femisida, di antaranya adanya eskalasi kekerasan, kekerasan berulang dan berlapis, maskulinitas yang toxic, dan relasi kekuasaan yang berkekerasan.

Tahun lalu, Indonesia digemparkan dengan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pria terhadap mantan kekasihya dengan menghantamkan kloset bekas ke kepala korban. Tidak berhenti di situ, pada second quarter of 2024, seorang suami membunuh dan memutilasi istrinya di Kota Malang, Jawa Timur, diduga karena permasalahan rumah tangga. Lalu seorang istri yang dibunuh oleh suami menggunakan pisau dapur karena mengigau saat tertidur di Dusun Sindangjaya, Desa Cisontrol, Kecamatan Rancah, Ciamis, Jawa Barat. Saya yakin ingatan Anda masih lekat dengan kasus-kasus ini.

Upaya Mengatasi Femisida

Mengatasi femisida tentunya membutuhkan pendekatan yang komprehensif, termasuk:

  1. Penegakan hukum yang lebih kuat: memastikan pelaku femisida dihukum dengan tegas dan adil.
  2. Pendidikan dan esadaran: meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak perempuan dan pentingnya kesetaraan gender.
  3. Dukungan untuk korban: menyediakan layanan dukungan yang memadai bagi korban kekerasan, termasuk perlindungan hukum, psikologis, dan medis.
  4. Perubahan budaya: mengupayakan perubahan dalam norma-norma sosial dan budaya yang mendukung ketidaksetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan.  

Femisida adalah masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun ada undang-undang yang melindungi perempuan, pelaksanaannya sering kali masih lemah. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan organisasi non-pemerintah untuk mengatasi kekerasan berbasis gender dan melindungi hak-hak perempuan. Dengan meningkatkan kesadaran, memperkuat penegakan hukum, dan mendukung korban, kita dapat berupaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan aman bagi semua. 

Oleh: Nurlaili Husna (Anggota Departemen Kebijakan Publik)

Editor: Nadiya

Gambar: The Huffington Post UK

Komentar