Langsung ke konten utama

PERAN PEREMPUAN DALAM KEKERASAN DI RUANG PUBLIK

 

Data Literasi Indonesia

Literasi di Indonesia berdasarkan DataIndonesia.id mengalami peningkatan pada tahun 2023. Berdasarkan skor Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Indonesia sebesar 69,42 poin dari skala 0-100 pata tahun 2023. Laporan Perpustakaan Nasional (Perspusnas), skor IPLM Indonesia mengalami kenaikan 4,94 poin dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 64,48 poin. Kemampuan masyarakat Indonesia dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara umum selama tiga tahun terahir pun mengalami peningkatan. berdasarkan hasil survei Literasi Digital di Indonesia pada tahun 2023, literasi digital Indonesia berada di level 3,65 dari skala 1-5 poin, angka ini termasuk kategori tinggi dan nilai total indeksnya terus meningkat sejak tahun 2021.

PISA atau Programme for International Student Assessment merupakan studi internasional yang menilai kualitas pendidikan. Hasil PISA pada tahun 2022 terkait literasi membaca menunjukkan Indonesia mengalami kenaikan peringkat posisi dibandingkan tahun 2018. Indonesia naik 5 posisi, namun score yang didapatkan menunjukkan penurunan dan Indonesia masih menduduki 11 peringkat terbawah dari 81 negara yang masuk pendataan.

Data di atas dapat kita simpulkan bahwa sudah ada kenaikan literasi di Indonesia, namun Indonesia harus terus meningkatkan budaya literasi untuk masyarakatnya. Karena jika dibandingkan dengan negara di ASEAN, literasi digital Indonesia hanya sebesar 62%. Jumlah tersebut paling rendah jika dibandingkan negara ASEAN yang rata-rata mencapai angka 70% pada kualitas literasi digital.

Data Kekerasan di Ruang Online

Berdasarkan data Komnas Perempuan, angka kasus kekerasan berbasis gender di ruang online (KBGO) meningkat pada tahun 2020 sebanyak empat kali lipat. Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus kekerasan di ranah publik menjadi 55% dari total kasus yang dilaporkan. Kekerasan perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus, data ini mengalami penurunan sebanyak 12% jika dibandingkan tahun 2022. Merujuk pada fenomena gunung es, data kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan data kasus yang dilaporkan oleh korban, pendamping maupun keluarga.  Komnas Perempuan menjelaskan menjelang dua tahun pengesahan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (UU TPKS), kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) tercatat menduduki posisi tertinggi diikuti dengan kasus pelecehan seksual fisik, kekerasan seksual lain dan perkosaan di ranah personal.

Hasil penelitian PLAN International  lebih dari 52% remaja putri di seluruh dunia pernah mengalami pelecehan online, sebagian besar terjadi di media sosial dengan jumlah angka 68%. Akibatnya, satu dari empat anak perempuan merasa kurang percaya diri untuk menyampaikan pandangan mereka secara online, dan satu dari lima anak perempuan berhenti terlibat dalam politik atau isu terkini. Ruang siber juga menjadi tempat berkembang biaknya pelecehan, sehingga membuat anak perempuan enggan berkekspresi dan berpartisipasi secara online (Nala, Afrika Sub-Sahara, Suvei)

Peran Perempuan dalam mendampingi anak

Sebagai perempuan, tidak dapat dipungkiri bahwa kira perlu memiliki keterlibatan terutama dalam dunia pendidikan. Melihat hal tersebut, apa peran kita sebagai perempuan?. Satu di antaranya adalah melatih habit yang penting yaitu budaya literasi sejak di dalam rumah. Literasi saat ini, tidak melulu tentang buku meskipun hal tersebut tidak dapat digantikan, pengenalan literasi berawal dari buku, namun disini yang ingin saya sampaikan adalah literasi digital juga menjadi penting untuk pengenalan pada anak-anak. Melalui tontonan yang positif dapat meningkatkan pemahaman anak-anak dan menaikkan budaya literasi pada anak-anak.

Anak-anak zaman sekarang tidak bisa lepas dari internet dalam masa tumbuh kembangnya.  Baik di lingkungan keluarga, sekolah, mengaji, bermain, semuanya tidak bisa lepas dari internet. Kebiasaan berinternet anak di masa mendatang akan ditentukan oleh kebiasaan mereka berinternet di masa ini. Kita kenal istilah KSBE (Kekerasan Seksual Berbasis Online) merupakan kasus kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan hal ini dialami oleh warganet dengan korbannya beragam, tidak mengenal umur maupun jenis kelamin. Setelah di sahkannya UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), KBGO lebih dikenal dengan istilah KSBE atau Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik.

Sebagai perempuan, untuk dapat melakukan peran, perlu kita kenal bentuk-bentuk KSBE dan bahayanya. Berikut beberapa kekerasan seksual di ruangan digital (Kominfo, Modul Literasi Digital):

  • Non Consensual Intimate Image (NCII): kasus ini merupakan kasus yang sering dialami, karena merupakan tindakan konten intim berupa gambar atau video korban oleh pelaku untuk mengancam dan mengintimidasi korban agar mau menuruti keinginan pelaku.
  • Cyber Grooming: merupakan tindakan seseorang yang berusaha memanipulasi korban agar merasa tidak berdaya dengan cara membangun kepercayaan.
  • Cyber Hacking (peretasan): tindakan mengambil alih akun korban.
  • Cyber Harassment (Ancaman Pemerkosaan): tindakan mengejar secara terus menerus dengan maksud menakut-nakuti atau mengancam korban.
  • Cyber Flashing: tindakan mengirim atau merekam gambar dan video alat kelamin dan tindakan secara online tanpa persetujuan korban.
  • Cyber Surveillance/Cyber Stalking (Penguntitan): tindakan meneror atau mengancam korban berkali-kali baik dalam bentuk teks, gamabr, atau video yang tindakan diinginkan dan membuat tidak nyaman.
  • Impersonating: tindakan mengambil data korban dan membuat akun palsu atas nama korban untuk mempermalukan, menghina, atau melakukan penipuan.
  • Morphing (Media Buatan): tindakan mengubah gambar atau video dengan menambahkan wajah orang lain bertujuan untuk merusak reputasi orang lain yang ada dalam gamabr atau video tersebut.
  • Online Defamation (Fitnah dan Penghinaan): tindakan menyebar informasi yang tidak pantas dengan tujuan merusak reputasi korban dan sengaja menyesatkan orang lain, terlepas dari kebenaran informasi tersebut.
  • Sexting: tindakan mengirim atau mengunggah gambar bernuansa seksual.
  • Sextortion: tindakan menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual

Bentuk kasus kekerasan seksual diruang digital sangat mengerikan bagi tumbuh kembang anak, yang belum mengetahui langkah dan sikap yang harus diambil jika megalami hal tersebut, pendampingan ketika bermain internet, dan pengenalan kekerasan tersebut perlu di edukasikan kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah dimengerti, memberikan pemahaman kepada anak untuk dapat melaporkan jika ada nomor-nomor atau pelaku yang bersikap aneh atau bersikap tiba-tiba baik. Menjaga tontonan anak-anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan otaknya, perilakunya dimasa depan. Terus melakukan edukasi, dan menjaga keluarga terdekat kita untuk berupaya mencegah terjadinya kekerasan seksual di ruang digital.

Melatih sosialisasi anak tidak ketergantungan internet dimasa tumbuh kembangnya, memperbanyak ruang diksusi dengan anak untuk menumbuhkan rasa aman, nyaman terhadap keluarga. 

Oleh: Jeni Rahmawati, S.IP., M.I.P (Sekretaris Umum)

Editor: Nadiya

Gambar: Freepik

Komentar