Langsung ke konten utama

KESADARAN DIRI DAN KONTRIBUSI UNTUK IBU BUMI

 
Dalam rangka perayaan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di tanggal 5 Juni kemarin, penulis mengajak untuk mengingat bahwa bumi tempat kita berpijak sudah hadir dan hidup selama puluhan juta tahun lamanya. Ilmuwan telah memperkirakan Bumi berumur 4,54 miliar tahun atau kurang lebih 50 juta tahun (Detik). Karena itu, alih-alih menjadikan Hari Lingkungan Hidup sebagai perayaan, justru sebaliknya, ini harus menjadi momen berkesadaran bahwa usia bumi sudah setua itu. Menurut laporan Global Temperature (Climate Council) di tahun 2023, suhu bumi dalam sepuluh tahun terakhir merupakan yang 'terhangat' sepanjang sejarah.
 
Akibatnya yang mungkin sudah mulai dirasakan oleh banyak dari kita salah satunya adalah suhu yang terasa lebih panas dari sebelumnya dan iklim yang pergantiannya makin tidak bisa diprediksi. Berdasarkan laman resmi BMKG, sepanjang periode pengamatan tahun 1981 hingga 2023 di Indonesia, tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C. Tahun 2023 menempati urutan ke-2 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.5 °C. Sebagai warga Indonesia sekaligus warga bumi, sempat terlintas di benak, Apa ya yang bisa dilakukan untuk mencegah peningkatan suhu udara bumi agar tidak mencapai titik yang membahayakan?
 
Dalam artikel yang ditulis oleh Abi Melin, salah satu yang bisa dilakukan untuk melindungi bumi adalah dengan mengendalikan penggunaan material plastik sekali pakai. Beberapa aksi yang juga disarankan oleh United Nation untuk mencegah terjadinya perubahan iklim adalah:
  • Gaya hidup hemat energi di rumah
  • Jalan kaki, bersepeda atau menggunakan transportasi umum
  • Makan sayur
  • Mempertimbangkan perjalanan menggunakan pesawat
  • Mengurangi sampah makanan
  • Dan lain lain dapat dibaca di laman United Nation
Andhyta Firselly Utami atau yang dikenal dengan nama Afutami menyebutkan istilah Imperfect Environmentalist dalam bukunya. Yang dimaksud Afutami dari Imperfect Environmentalist ini adalah bahwa kita memang perlu memulai gerakan yang memberikan kontribusi untuk bumi yang lebih baik, namun kita juga harus berkesadaran bahwa yang kita lakukan ini benar-benar sesuatu yang sesuai dengan kemampuan dan tulus kita berikan untuk bumi. Sesuatu yang kita mulai dan biasakan pelan-pelan, bukan hanya karena mengikuti tren saja.

Jika menginginkan hasil sempurna dalam waktu cepat sepertinya akan terasa sulit, maka kita perlu mengatur ekspektasi bahwa aksi yang kita lakukan ini tidak bisa langsung memberikan efek yang bombastis dalam waktu singkat. Untuk itu, kontribusi paling kecil dapat dimulai dari menumbuhkan kesadaran bahwa bumi yang nyaman untuk ditinggali adalah hak kita sebagai individu dan kita juga punya kewajiban untuk melakukan upaya menjaga ibu bumi. Satu aksi individu yang bisa dilakukan untuk mendukung perbaikan iklim adalah dengan mengurangi jejak karbon diri sendiri. Aksi kecil yang penulis sedang coba biasakan di antaranya adalah: menolak pemberian plastik belanja, menggunakan transportasi umum 1-2 kali dalam sepekan, juga menggunakan kapas dan pembalut pakai ulang.

Kesadaran ini penting untuk dimunculkan dan disuarakan karena jika perubahan perilaku seperti di level individu seperti ini jika dilakukan serentak dan jumlah orang yang banyak, maka bisa jadi ini tidak lagi disebut aksi kecil. Perlu juga kita sadari bahwa diri kita ini menjadi bagian dari spektrum luas yang berkaitan satu sama lain, dan perubahan sekecil apapun akan memberi pengaruh. Maka, Afutami berkata, tidak apa-apa kalau belum sempurna, yang penting berusaha untuk lebih baik setiap harinya.

Oleh: Nadiya Hasna
Gambar: Google

Komentar