Langsung ke konten utama

TOXIC POSITIVITY: CURHAT BUKAN TANDINGAN


Lu sih masih mending, nah gue?
Gak bersyukur banget sih jadi orang
Yaudah jangan nangis, banyak yang lebih menderita dari lu
Yuk ah jangan lemah, gitu doang. Kayak gue dong kuat
 
Pernah nggak sih berhadapan dengan respon seperti di atas? Situasi tersebut bisa jadi terjadi ketika sedang curhat ke orang yang kita percaya (baik keluarga, pasangan, sahabat, dll). Yang awalnya mau cerita karena ingin berbagi tentang apa yang sedang dirasakan, dan mencoba mengungkapkan kalau Aku lagi sedih dan dan butuh kehadiranmu nih, eh malah tertahan sebab dipaksa berpositif terus-menerus. Akhirnya, bukan menjadi lega tapi malah jadi mikir Aku emang lemah dan kurang bersyukur. Membuat semakin jatuh mental kita.
 
Terkadang, nggak semua orang yang curhat ke kita itu membutuhkan solusi atau nasihat. Mereka hanya butuh telinga yang mendengarkan dan orang yang ikut merasakan apa yang dirasakan oleh hati. Selain itu, mereka juga butuh sosok yang mereka bisa percaya untuk mendengarkan dan merasakan apa yang mereka alami.
 
Niatnya baik, memberi dukungan lewat petuah positif (mengajak untuk berpikir positif) yang mengira itu akan menjadi booster untuk mereka yang lagi down ini, meminta mereka tegar dalam menghadapi keadaan, dipaksa bangkit dan nggk boleh jadi lemah, serta dituntut untuk kuat tanpa harus menjadi cengeng. Justru dukungan tersebut punya kecenderungan untuk menekan kebutuhan kita dalam menerima perasaan lelah yang kita rasakan. Padahal, selain bahagia atau senang, perasaan marah, sedih, dan kecewa juga merupakan bentuk emosi yang harus kita terima.
 
Kita perlu tahu, nggak semua dukungan positif berdampak positif untuk orang disekitar kita apalagi untuk mereka yang perasaannya lagi benar-benar kacau dan hancur. Mereka hanya butuh pengakuan akan perasaan mereka, diterima, didengarkan dan dimengerti, bukan ditandingi dengan siapa yang lebih kuat dan lemah, atau masalah siapa yang lebih besar dan tidak. That's not the point.
 
Perihal ini kadang kita anggap sepele dan bahkan tanpa disadari sering banget kita melakukannya. Padahal ada dampak yang terjadi khusunya bagi mereka yang selalu diminta untuk bersikap positif dan digeneralisasikan ke semua situasi sehingga mengabaikan perasaan dan emosi negatifnya.
 
Mengabaikan perasaan negatif tersebut nantinya bisa meningkatkan level stres yang dirasakan oleh seseorang atau menimbulkan mental disorder (menjadi kurang sensitif dan merasa tidak nyaman untuk mengekspresikan diri dengan apa adanya). Akibatnya, mereka memilih untuk menutup diri, menyembunyikan perasaan, dan mengucilkan diri sendiri. Dan akhirnya menjadi depresi.
 
Mengabaikan emosi negatif secara terus-menerus juga bisa menyebabkan emosi tersebut meledak seketika ketika seseorang tidak mampu lagi menampungnya. Pada situasi yang lebih parah, kondisi tersebut akan mengakibatkan seseorang memiliki kecendurungan untuk melakukan tindakan untuk mengakhiri hidup karena merasa tidak ada yang mendukungnya.
 
Dalam jurnal penelitian, Ford, Lam, John, dan Mauss (2018) menyatakan bahwa individu yang menerima perasaan negatif akan memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik, karena melalui penerimaan tersebut justru mereka akan merasakan lebih sedikit emosi negatif yang muncul dalam merespon sumber stress yang mereka miliki.Kemudian bagaimana cara kita untuk menghindari toxic positivity?
  • Tumbuhkan rasa empati
  • Refleksi perasaan
  • Pahami variasi perilaku manusia
  • Hindari label atau menghakimi
  • Tawarkan bantuan
  • Dengarkan apa yang ingin mereka katakan
  • Pahami bahwa hidup bukan soal perbandingan
  • Jika memungkinkan berusaha untuk "selalu ada"
Terlebih lagi kita harus bisa berdamai dengan diri sendiri. Sebelum mulai memahami orang lain, pahamilah diri sendiri. Hal ini merupakan proses penting yang perlu disadari, mencoba menghargai dan mencintai diri sendiri mulai dari hal yang paling sederhana yakni mendengarkan isi hati.
 
Jika dirasa perlu meluapkan kesedihan, luapkan saja. Dengan begitu hati menjadi lebih tenang serta akan membantu kita menerima kenyataan yang sebenarnya. Bahwa wajar jika kita terkadang sedih, memaafkan diri ketika melakukan kesalahan dan jangan pernah selalu menyalahkan diri sendiri. Dengan berdamai pada diri sendiri, hati akan jauh lebih ringan, kamu akan mudah berdamai juga dengan orang lain dan terhindar dari toxic positivity.
 
Mulai sekarang yuk "more caring and more careful" dalam bersikap, apalagi soal perasaan. Demi mental health kamu sendiri dan seseorang yang kamu sayang✌
 
Salam sayang dari aku,
"Self healing - sebab, ada luka yang harus sembuh"
 
Oleh: Yuni Zulaiha, S. Psi
Editor: Nadiya
Gambar: Freepik

Komentar