Langsung ke konten utama

PENTINGNYA PERAN AYAH DAN UPAYA MENGATASI FENOMENA FATHERLESS

 
Baru-baru ini sosial media dipenuhi dengan kabar duka meninggalnya Papa Dali. Bagi sebagian orang, beliau mungkin masih asing, tetapi tidak sedikit yang kenal dengan suami Jeniffer Coppen tersebut.

Sosok alm. Papa Dali banyak diperbincangkan lantaran perannya sebagai suami dianggap jarang ditemui pada kebanyakan laki-laki di Indonesia. Menggendong, ikut serta menidurkan anak, menemani anaknya bermain, mengajari berenang, dan mendampingi aktivitas anaknya. Bahkan yang menyita perhatian adalah ketika ia membuat MPASI sembari menggendong anaknya.

Bagi laki-laki dengan pola pikir patriarki, itu adalah hal aneh yang tidak sepatutnya dilakukan. Pasalnya, masyarakat kita masih berpikir bahwa laki-laki tugasnya mencari nafkah, urusan anak dan rumah dikembalikan pada perempuan.

Apa yang dilakukan oleh Alm. Papa Dali kepada anak perempuannya tidak sepantasnya menjadi hal aneh, justru itu perlu menjadi contoh bagi seluruh ayah. Sebab, tuntunan Islam terkait relasi selalu menyasar pada dua pihak.

Konsep hubungan suami istri adalah sama-sama sebagai subjek penuh kehidupan manusia. Mengutip dalam buku Nalar Kritis Muslimah karya Nur Rofiah, bahwa pasangan suami istri prinsipnya adalah berpasangan, bukan relasi atasan dan bawahan. Keduanya sama-sama bisa menjadi mitra dalam segala bidang, termasuk di dalam rumah tangga.

Dilansir dari United Nations Children’s (Unicef) tahun 2021, Sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Kehadiran ayah bukan diartikan sesempit tidak memiliki ayah, lebih luas dari itu.

Tidak hadirnya ayah atau yang belakangan ini lebih dikenal dengan istilah Fatherless, secara fisik memang dimaksudkan bagi anak yang tidak memiliki ayah. Tetapi secara psikologis, fatherless merupakan kondisi di mana meskipun ada ayah di rumah, anak masih belum memiliki kedekatan dengan sosok ayahnya.

Tidak dekatnya seorang anak dengan ayah dikarenakan beberapa kondisi, bisa karena seorang ayah tidak ikut terlibat dalam pengasuhan atau mungkin merasa memiliki trauma dengan ayahnya sendiri. Banyak alasan yang melandasi hal ini.

Tidak sedikit komentar julit yang dilayangkan kepada alm. Papa Dali ditengah maraknya pengguna media sosial yang kagum dengan sosok alm. Papa Dali.

“Laki-laki tidak bekerja, makanya bisa ikut bantu jaga anak”, “Wajar sih, yang punya bisnis istrinya,” dan beragam komentar julit lain yang itu justru semakin memvalidasi bahwa masyarakat Inonesia masih banyak termakan budaya patriarki.

Padahal peran untuk mendidik dan membersamai tumbuh kembang seorang anak bukan hanya tanggung jawab ibu. Belajar parenting adalah kewajiban ayah dan ibu, mengasuh juga termasuk aktivitas yang memerlukan kerjasama seorang ayah dan ibu.

Kebutuhan psikologis anak bisa terpenuhi apabila kedua orangtuanya sama-sama berperan untuk hadir. Sebuah penelitian yang dilakukan di University Of Oxford, Inggris menemukan bahwa anak (terutama perempuan) yang dekat dengan ayahnya cenderung  tidak menghadapi masalah kesehatan mental di masa mendatang saat tumbuh menjadi perempuan dewasa.

Berdasar itu, maka sudah seharusnya kita menormalisasi hadirnya peran ayah untuk anak-anak. Peran ayah tidak hanya memenuhi tanggung jawab materi, mencari nafkah.

Sebagaimana yang kita pelajari di Alqur’an, banyak ayat yang justru menerangkan kehadiran ayah untuk turut serta dalam mendidik anak. Salah satunya dalam Alqur’an surah Luqman ayat 13-19.

Dalam ayat tersebut, kita disuguhkan dengan dialog seorang ayah dengan anaknya tentang kewajiban yang perlu dilakukan anak. Ini tentu menunjukkan bahwa lelaki tidak masalah jika ikut serta berkontribusi mendidik anak. Hal itu tidak mengurangi kadar maskulinitasnya sebagai lelaki dan tidak menciderai jiwa kelelakiannya.

Terlepas betapa besarnya peran Ibu dalam petumbuhan seorang anak, kehadiran Ayah seharusnya tetap berada di samping Ibu dalam mengurusi pertumbuhan anak. Tanpa disandingkan peran ayah yang sangat penting, anak akan merasakan kehilangan seorang ayah dalam perasaannya. Mau bagaimanapun, seorang anak tidak hanya dekat pada salah satu orang tuanya, melainkan cinta kasih dan perhatian itu harus tercurahkan dari kedua orang tuanya.
 
Oleh: Renci
Editor: Nadiya
Gambar: Freepik

Komentar